Stoisisme adalah salah satu ajaran filsafat yunani kuno, yang diajarkan oleh Zeno di Athena pada abad ke-3 sebelum Masehi. Tujuan dari stoisisme sendiri adalah terbebas dari emosi negatif dan hidup dengan kebajikan (virtues). Beberapa tokoh terkenal yang menganut filsafat ini antara lain Lucius Seneca, Epictetus, dan Kaisar Marcus Aurelius.
Berikut 3 Prinsip hidup ala Stoisisme:
1. Dikotomi Kendali
“Some things are up to us, some things are not up to us” – Epictetus
Dikotomi kendali merupakan prinsip dasar stoisisme yang mengajarkan jika dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita kendalikan (pemikiran, persepsi, tujuan, tindakan kita sendiri) dan ada yang tidak bisa kita kendalikan (opini dan tindakan orang lain, peristiwa alam).
Baca Juga: 3 Tips Sukses Kuliah Sambil Kerja
Kita diajarkan untuk tidak menaruh kebahagiaan pada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan, karena kebahagiaan sejati hanya berasal dari hal-hal yang berada di bawah kendali kita. Menggantungkan kebahagiaan pada apa yang berada di luar kendali kita sama saja dengan menyerahkan kebahagiaan dan kedamaian kita pada orang lain.
2. Hidup selaras dengan alam
Hidup selaras dengan alam berarti kita menjalani hidup sebaik-baiknya sebagai seorang manusia. Dalam situasi apapun selalu menggunakan nalar, tidak berperilaku gegabah, dan berpikir dengan jernih sebelum mengambil tindakan.
Baca Juga: 5 Pelajaran Penting Stoisisme
Menjalani peran terbaik kita sebagai seorang makhluk sosial. Dan meyakini jika apapun yang terjadi di dunia ini bukanlah suatu kebetulan belaka, namun semuanya saling terkait dan terikat satu sama lain. Menerima dengan baik sebuah keberaturan dan lebih sedikit marah serta merutuki keadaan akan membawa lebih banyak kedamaian.
3. Mengendalikan persepsi
“It’s not things that trouble us, but our judgment about things” – Epictetus
Stoisisme mengajarkan jika pada dasarnya semua emosi dipicu oleh penilaian, persepsi, dan opini kita sendiri. Sebagai seorang manusia yang memiliki nalar, kita memiliki kendali penuh atas emosi yang kita rasakan. Hal-hal yang sudah terjadi bagaiamanpun tidak bisa diubah, namun cara kita memaknainya yang akan membuatnya berbeda.
Apakah kita akan memilih untuk berhenti sejenak dan berpikir rasional kemudian memberikan pemaknaan yang positif atau terbawa emosi dan persepsi otomatis tanpa menggunakan nalar. Untuk mendapatkan kedamaian kita harus dapat mengendalikan persepsi kita dan menggunakan nalar untuk memaknai suatu peristiwa dengan lebih baik.
Thanks
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletePost a Comment
Silahkan berikan komentar anda...