Pulau Bunyu adalah salah satu kecamatan yang berada di Provinsi Kalimantan Utara tepatnya di Kabupaten Bulungan. Pulau Bunyu memiliki Luas 198,32 km² (data bulungan.go.id) dan berbatasan langsung dengan negara Malaysia dan philipina.
Selain memiliki garis batas yang dekat dengan negara jiran, pulau bunyu juga berhadapan langsung dengan laut Sulawesi yang membuat biota laut yang hidup di sekitar pulau bunyu sangat beragam dan menjadi lokasi berkembang biaknya berbagai jenis ikan, dari pesisir hingga lautan pulau bunyu yang sangat kaya akan hasil lautnya menjadi tujuan bagi nelayan dari daerah bahkan negara yang berada di dekatnya.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengamanatkan Pemanfaatan pulau kecil seperti pulau bunyu di prioritas untuk salah satu atau lebih kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian/pengembangan dan budidaya laut, Juga pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan lestari, pertanian organik dan atau peternakan.
Namun dalam prakteknya, pulau bunyu bukanlah lumbung perikanan atau tempat perkembangbiakan biota laut maupun rumah yang nyaman untuk berbagai jenis ikan dan biota lainnya apalagi pendidikan budidaya laut. Salah satu perusahaan batubara anak perusahaan terbesar di India Sejak 2007 resmi beroperasi di blok Bunyu, Kalimantan Utara, Batu bara yang diproduksi oleh perusahaan tersebut dari perut Bunyu di puncak produksinya bisa mencapai hingga 8 juta metrik ton per tahun. Tambang ini sekaligus menobatkan perusahaan terbesar India tersebut sebagai produsen batu bara kalori 3000 terbesar di dunia.
Tak segaris lurus dengan hasil produksi yang telah di ambil dari perut bunyu tersebut, konservasi dan perkembangbiakan biota laut yang harusnya di utamakan tidak di lakukan oleh pihak perusahaan sebagaimana amanat dari Undang-undang Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang sama-sama terbit pada tahun yang sama saat perusahaan tersebut beroperasi pada tahun 2007.
Baca Juga: Asal Usul Nama Pulau Bunyu
Karang-karang yang merupakan rumah ikan yang mana tepat berada di sebelah timur pulau bunyu di gunakan oleh tugboat dan ponton perusahaan tersebut berjangkar, saat ini setelah 23 Tahun karang-karang tersebut rusak parah dan mengharuskan ikan bermigrasi jauh dari lokasi tersebut, padahal di sepanjang pesisir tersebut merupakan tempat ikan dan biota laut lainnya berkembangbiak.
Nelayan juga menyayangkan kenapa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak menjalankan tugas maksimal seperti penyelamatan pulau-pulau kecil seperti pulau bunyu. Begitupula Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menerbitkan izin pertambangan tak mengacu kepada UU Pesisir 27/2007 Mengingat pulau bunyu salah pulau kecil yang pemanfaatan nya bukan untuk pertambangan tetapi terlanjur di kavling oleh pertambangan.
Bunyu yang tadinya juga dikenal sebagai penghasil rumput laut, nyatanya tidak lagi bisa ditanam sejak 2016 akibat pembuangan limbah batu bara ke perairan. (Laporan JATAM “Pulau Kecil Indonesia, Tanah Air Tambang: Laporan Penghancuran Sekujur Tubuh Pulau Kecil Indonesia oleh Tambang Mineral dan Batubara”).
Bak nasi menjadi bubur, Nelayan Pesisir yang ada di pulau bunyu saat ini hanya butuh perusahaan dan stakeholder terkait untuk bersama kembali memulihkan lokasi tersebut karena lokasi tersebut dari dulu salah satu lokasi lumbung ikan dan perkembangbiakannya, yang mana secara geografis memanglah tempat ikan berkembang biak dan dari dulu lokasi tersebut yang selalu memberikan nelayan hasil lebih, tidak dengan sekarang yang mana nelayan pesisir harus menuju lautan lebih jauh untuk mendapatkan hasil yang seperti di dapatkan dahulu, mengingat cuaca perairan pulau bunyu yang sangat rentan barang tentulah sangat beresiko bagi nelayan.
Baca Juga: Sejarah Singkat Eksplorasi Minyak di Pulau Bunyu
Jika mengingat prospek kedepan untuk nelayan pulau bunyu, lokasi ini sangat berpengaruh dengan pendapatan nelayan-nelayan pesisir pulau bunyu. Oleh karena masyarakat nelayan bunyu (khususnya daerah kami sei buaya) yang masih menggunakan tekhnik tradisonal yaitu memancing dasaran menggunakan mata kail di karang-karang pesisir pulau bunyu sebelah timur yang notabene merupakan salah satu pusat lumbung/tempat ikan berkumpul terbesar yang sekarang sudah rusak, dari kami sebagai nelayan pesisir hanya meminta hal tersebut agar bisa di laksanakan oleh pihak perusahaan dan stakeholder terkait.
Bila mengingat hasil nelayan perhari bisa sampai 2 karung 20 Kg perhari di dapat selain ukurannya yang besar-besar memang populasi ikan sebelum rusaknya karang-karang di daerah tersebut cukuplah banyak.
Tidak adanya upaya pelestarian oleh stakeholder terkait membuat pesisir Pulau Bunyu semakin berada di ambang kehancuran. Perusahaan Batubara tersebut tidaklah 100% bisa di salahkan, bila Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkolaborasi dengan pertimbangan potensi luar biasa yang di miliki oleh pulau bunyu.
Baca Juga: Kuyang, Mitos Hantu Kalimantan
Semoga pulau kami ini, yang notabene nya di kelilingi lautan dan berpotensi besar untuk menjadi lumbung perikanan di Kalimantan utara bisa pulih mendekati seperti dahulu serta stakeholder terkait mendukung serta menjalankan nilai-nilai keberlanjutan kawasan pesisir. Mimpi terbesar kami sebagai nelayan ketika anak-anak kami tua, menjadi nelayan, bisa merasakan sensasi mancing seperti yang kami pernah rasakan ketika karang-karang kami ini "sehat".
Pulau bunyu adalah pulau yang kaya. Puluhan tahun pulau ini dieksploitasi minyak, gas dan batu baranya. Meningkatkan PAD kabupaten bulungan untuk pembangunan. Tapi sayang pembangunandi pulau bunyu hanya tersentuh sedikit saja. Semoga pulau bunyu bisa lebih baik lagi. Lebih diperhatikan lagi
ردحذفإرسال تعليق
Silahkan berikan komentar anda...